JAKARTA - Keputusan Presiden Indonesia Prabowo Subianto untuk melewatkan pertemuan puncak Kelompok Tujuh (G-7) baru-baru ini demi mengunjungi Rusia bukanlah bentuk penghinaan langsung terhadap Barat, tetapi sinyal yang jelas tentang pendekatannya yang tegas dan personal terhadap kebijakan luar negeri, kata para analis.Langkah tersebut menggaris bawahi niat Jakarta untuk mengambil jalur yang lebih independen dan meningkatkan profil diplomatiknya, para ahli mencatat.
Namun mereka memperingatkan bahwa jika terlalu condong ke arah Moskow, hal itu dapat menimbulkan keraguan atas komitmen jangka panjang Indonesia terhadap kenetralan, terutama di tengah semakin dalamnya perpecahan global.
untuk melewatkan pertemuan puncak G-7 di Italia dan justru mengunjungi Rusia telah menimbulkan perdebatan tajam di dalam dan luar negeri. Langkah ini disebut sebagian pihak sebagai bentuk penegasan kedaulatan politik luar negeri Indonesia, namun juga memunculkan kekhawatiran tentang arah kebijakan luar negeri dan posisi netralitas negara di tengah dinamika geopolitik global yang memanas.
"Ini adalah sinyal kedaulatan bahwa Indonesia tidak ingin terikat pada satu kekuatan," kata Dr Hendra Manurung, dosen diplomasi pertahanan di Universitas Pertahanan Indonesia, kepada The Straits Times.
Ia mengatakan kunjungan ke Rusia mencerminkan strategi Jakarta yang lebih luas yaitu diplomasi multipolar yang tangkas, yakni menjaga hubungan dengan semua kekuatan besar dan bukannya berpihak pada satu kubu. Dr Fitriani Bintang Timur, seorang analis pertahanan di Institut Kebijakan Strategis Australia, mengatakan India menawarkan paralel yang berguna.
Perdana Menteri India Narendra Modi bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin pada Oktober 2024, tetapi India tetap menjadi bagian dari Quad - kelompok bersama AS, Jepang, dan Australia - yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina.
Saya pikir keterlibatan ala Modi adalah sesuatu yang diperjuangkan Prabowo bagi Indonesia untuk memperluas jangkauan kemitraan negara ini di luar kawasan Barat yang secara tradisional," katanya kepada ST.
Indonesia bukan anggota G-7 yang terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan AS, tetapi diundang sebagai tamu. Rusia, yang pernah menjadi bagian dari kelompok tersebut, dikeluarkan pada tahun 2014 setelah mencaplok Krimea.
Langkah Pak Prabowo untuk mengunjungi Rusia alih-alih G-7 tentu saja akan mengundang banyak kecurigaan. Sinyal geopolitik penting, terutama di era persaingan yang ketat antara kekuatan global ini. Indonesia, paling tidak, seharusnya mengirimkan perwakilan ke G-7 jika memungkinkan," kata Pak Pieter Pandie, peneliti hubungan internasional di Pusat Studi Strategis dan Internasional yang berbasis di Jakarta.
"Hal ini menandakan pendekatan Prabowo yang lebih personal dan langsung terhadap urusan luar negeri, berbeda secara signifikan dari pendahulunya (Joko Widodo), yang sebagian besar tidak tertarik pada urusan luar negeri dan merasa nyaman menyerahkannya di tangan Kementerian Luar Negeri," kata Pieter kepada ST.
Namun, para analis mencatat bahwa pada bulan Mei, Tn. Prabowo secara terpisah menjamu Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Presiden Emmanuel Macron dari Prancis - anggota G-7 - di Jakarta, yang mencerminkan bahwa hubungannya dengan Barat tetap utuh. Ia juga melakukan panggilan telepon dengan Presiden AS Donald Trump pada tanggal 12 Juni.
Di luar politik kekuatan besar, kunjungan ke Rusia juga menunjukkan dukungan diam-diam Indonesia terhadap Iran dan Palestina di tengah konflik Timur Tengah, kata para analis.
Meskipun tidak dijelaskan secara eksplisit, kunjungan tersebut dipandang sebagai upaya memperkuat solidaritas Indonesia dengan negara-negara yang kritis terhadap Israel, kata Dr Hendra.
"Selain hubungan bilateral, yang lebih penting adalah menunjukkan bahwa dalam situasi geopolitik saat ini, Indonesia ingin mendukung Iran dalam perangnya dengan Israel, dan juga menunjukkan dukungannya terhadap Palestina," ujarnya.
Dr Fitriani menambahkan: "Saya kira salah satu alasan mengapa Prabowo tidak hadir di G-7 adalah karena adanya kekhawatiran akan konflik di Timur Tengah, mengingat sebagian besar anggota G-7 mendukung Israel."
Saat berada di Rusia dari tanggal 18 hingga 20 Juni, Bapak Prabowo bertemu dengan Bapak Putin dan menyampaikan pidato utama di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg tahunan, di mana pemimpin Indonesia tersebut mengklarifikasi bahwa keputusannya untuk melewatkan pertemuan puncak G-7 bukan karena rasa tidak hormat, tetapi karena komitmen sebelumnya untuk menghadiri forum tersebut.
"Jadi, jangan terlalu banyak berspekulasi tentang peristiwa itu... Indonesia, menurut tradisi, selalu tidak memihak. Kami menghormati semua negara. Kebijakan luar negeri kami sangat sederhana - satu frasa: Seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak. Kami ingin berteman dengan semua orang," katanya.
"Salah satu kesalahan besar banyak negara di Asia Tenggara adalah kita cenderung selalu mengikuti kekuatan terbesar dan terkuat di dunia."Bapak Prabowo mengatakan dunia harus beralih dari tatanan unipolar menjadi multipolar. Ia juga menyatakan rasa hormatnya terhadap kepemimpinan Rusia dan Cina.Kedua negara "tidak pernah memiliki standar ganda", katanya. "Rusia dan Tiongkok selalu membela yang tertindas... yang tertindas, (mereka) selalu berjuang demi keadilan semua orang di dunia."
Selama kunjungan tersebut, Bapak Putin menggambarkan Indonesia sebagai salah satu "mitra utama" Rusia di Asia-Pasifik dan menegaskan kembali dukungannya terhadap keanggotaan penuh Jakarta dalam kelompok Brics, yang akan berlaku mulai awal tahun 2025.
Pengelompokan tersebut, yang dipelopori oleh Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan, bertujuan untuk memperkuat kerja sama antara negara-negara ekonomi berkembang dan memperkuat pengaruh Dunia Selatan.
Bapak Prabowo dan Bapak Putin menandatangani deklarasi kemitraan strategis, yang memformalkan hubungan yang lebih erat. Rusia menawarkan untuk meningkatkan pasokan minyak dan gas alam cair ke Indonesia. Dana investasi sebesar €2 miliar (S$2,96 miliar) juga diumumkan antara dana kekayaan negara Indonesia Danantara dan Dana Investasi Langsung Rusia.
Dr Fitriani mencatat bahwa Tn. Prabowo mengunjungi Beijing pada bulan November 2024 dan menandatangani kesepakatan senilai sekitar US$10 miliar (S$12,87 miliar), yang menunjukkan kesediaannya untuk terlibat dengan negara-negara berdasarkan kepentingan ekonomi. "Ini menunjukkan pola Prabowo mengikuti arus uang," katanya.
Salah satu tawaran penting dari Rusia adalah kerja sama nuklir.
"Kami terbuka untuk bekerja sama dengan mitra Indonesia di bidang nuklir. Kami juga ingin melaksanakan proyek nuklir yang damai", termasuk di bidang perawatan kesehatan, pertanian, dan pelatihan sumber daya manusia, kata Putin dalam pernyataan bersama setelah pertemuannya dengan Prabowo pada 19 Juni.
Indonesia berencana untuk menambahkan tenaga nuklir ke dalam bauran energinya, dengan pembangkit listrik skala kecil yang dijadwalkan mulai beroperasi pada tahun 2032 sebagai bagian dari upayanya menuju emisi nol bersih.
Pemerintahan Prabowo juga telah mengumumkan rencana untuk membuka pintu bagi investor asing untuk membantu mengembangkan kapasitas energi terbarukan sebesar 75GW selama 14 tahun ke depan.Para analis mengatakan tawaran Rusia mencerminkan niat negara itu untuk memperluas jejaknya di Asia Tenggara dan sejalan dengan dorongan Prabowo untuk ketahanan energi.
Dr Hendra mencatat bahwa meskipun Rusia telah menunjukkan minat dalam kerja sama nuklir, Indonesia harus melangkah dengan hati-hati karena menerima tawaran tersebut dapat meresahkan negara-negara tetangganya.
"Rusia mengajukan tawaran tersebut untuk menunjukkan keinginannya meningkatkan kehadirannya di Asia Tenggara, tetapi perkembangan nyata apa pun bergantung pada perjanjian formal. Untuk saat ini, kemungkinan besar tidak," katanya.
Bapak Pieter menilai usulan tersebut "tentu saja signifikan" namun menambahkan bahwa "bagaimana hal tersebut akan terwujud secara konkret masih sulit untuk diukur", seraya menambahkan bahwa Indonesia harus berhati-hati dalam berurusan dengan negara-negara besar agar tidak terlihat bias terhadap pihak mana pun.
Dr Fitriani memperingatkan bahwa kerja sama nuklir tetap sensitif secara politis. "Indonesia tidak ingin menjadi Iran berikutnya yang ditakuti dunia karena kurangnya transparansi dalam mengelola kemampuan energi nuklir," katanya.Namun, keterlibatan Bapak Prabowo dengan Rusia - dan sikap diamnya terkait Ukraina - dapat berisiko merusak kenetralan Jakarta di mata mitra-mitra Barat.
Bapak Pieter mengatakan kunjungan Bapak Prabowo merupakan kemenangan bagi Rusia, karena kunjungan tersebut mengisyaratkan bahwa beberapa negara masih bersedia bekerja sama dengan Moskow meskipun adanya sanksi dan kecaman Barat atas invasinya ke Ukraina.
"Indonesia selalu menekankan komitmennya terhadap hukum internasional, integritas teritorial, dan kedaulatan. Dengan dianggap condong ke Moskow, beberapa pihak mungkin mempertanyakan komitmen Indonesia terhadap nilai-nilai dan norma-norma tersebut," imbuhnya.
Dr Fitriani mencatat bahwa "Bapak Prabowo berisiko memberikan sinyal persetujuan diam-diam atau setidaknya ketidakpedulian terhadap invasi Rusia ke Ukraina".
Ia mengatakan pemimpin Indonesia sekarang harus berupaya menyeimbangkan kembali hubungan, termasuk dengan mengunjungi negara-negara G-7 atau menjadi tuan rumah pertemuan internasional yang menegaskan komitmen Indonesia terhadap norma-norma global.“Presiden Prabowo perlu menunjukkan bahwa ia memimpin Indonesia berdasarkan nilai-nilai,” tambahnya.
Dr Fitriani mencatat bahwa "Bapak Prabowo berisiko memberikan sinyal persetujuan diam-diam atau setidaknya ketidakpedulian terhadap invasi Rusia ke Ukraina".Ia mengatakan pemimpin Indonesia sekarang harus berupaya menyeimbangkan kembali hubungan, termasuk dengan mengunjungi negara-negara G-7 atau menjadi tuan rumah pertemuan internasional yang menegaskan komitmen Indonesia terhadap norma-norma global.
“Presiden Prabowo perlu menunjukkan bahwa ia memimpin Indonesia berdasarkan nilai-nilai,” tambahnya.Arlina Arshad adalah kepala biro The Straits Times Indonesia. Ia adalah warga negara Singapura yang telah tinggal dan bekerja di Indonesia sebagai jurnalis selama lebih dari 15 tahun.
0 komentar:
Posting Komentar