Senin, 16 Juni 2025

Antara Otonomi Aceh dan Ambisi Sumut: Kisruh Klaim Pulau di Ujung Barat Nusantara




 Kontroversi Klaim 4 Pulau Aceh oleh Bobby Nasution: Ketegangan Regional dan Isu Keadilan Wilayah

Isu mengenai klaim atas empat pulau di Aceh oleh Bobby Nasution belakangan menjadi perbincangan hangat, khususnya di kalangan masyarakat Aceh dan Sumatera Utara. Dalam narasi publik, muncul dugaan bahwa empat pulau di perairan Aceh ingin dimasukkan ke dalam wilayah Sumatera Utara, atau lebih tepatnya, berada dalam lingkup pengaruh kepemimpinan Bobby sebagai Wali Kota Medan atau bagian dari jejaring politiknya.

Pulau-Pulau yang Dipersoalkan

Meskipun pemerintah belum secara resmi merilis daftar nama keempat pulau tersebut, masyarakat Aceh Barat Daya, Aceh Singkil, dan Simeulue mengangkat sejumlah pulau kecil seperti:

  1. Pulau Mangkir Besar

  2. Pulau Mangkir Kecil

  3. Pulau Panjang

  4. Pulau Lipan

Pulau-pulau ini berada di kawasan perairan yang secara administratif masuk wilayah Aceh, namun memiliki kedekatan geografis dengan wilayah Sumatera Utara, khususnya Kabupaten Tapanuli Tengah dan Nias.

Latar Belakang Isu: Persinggungan Wilayah dan Investasi

Kontroversi ini muncul diduga karena beberapa hal:

  • Perencanaan pengembangan kawasan wisata atau investasi kelautan oleh pihak dari Sumut yang melibatkan pulau-pulau tersebut.

  • Adanya konflik batas wilayah laut antara Aceh dan Sumut yang belum sepenuhnya selesai dan diatur secara detail.

  • Beberapa proyek strategis nasional atau daerah yang ditafsirkan sebagai bentuk “klaim wilayah tidak langsung”.

Nama Bobby Nasution mencuat karena posisinya sebagai kepala daerah sekaligus tokoh politik nasional yang tengah naik daun. Meski tidak ada pernyataan resmi bahwa ia mengklaim pulau Aceh, asumsi masyarakat muncul karena proyek-proyek pengembangan kawasan laut Sumut disebut-sebut menyentuh wilayah yang berdekatan dengan pulau-pulau tersebut.

Respons dari Masyarakat dan Pemerintah Aceh

Di Aceh, reaksi keras datang dari:

  • Tokoh adat dan masyarakat lokal, yang menilai tindakan tersebut sebagai bentuk intervensi terhadap wilayah kedaulatan Aceh.

  • Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), yang mendesak pemerintah pusat untuk mengklarifikasi batas-batas wilayah secara resmi dan menghentikan proyek-proyek Sumut yang menyentuh wilayah Aceh.

  • Pemerintah kabupaten setempat, yang menolak segala bentuk “pemindahan” administratif atau ekonomi yang melibatkan pulau mereka.

Ada pula seruan bahwa jika benar pulau-pulau tersebut diklaim Sumut, hal itu melanggar MoU Helsinki dan UUPA (Undang-Undang Pemerintahan Aceh), yang memberi otonomi khusus dan pengaturan wilayah laut hingga 12 mil dari garis pantai untuk Aceh.

Fakta Hukum dan Geopolitik Wilayah

Menurut peraturan di Indonesia:

  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2007 dan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebut bahwa penetapan batas daerah harus melalui kesepakatan antarprovinsi dan mendapat pengesahan dari Kemendagri.

  • Aceh memiliki otonomi khusus, yang artinya segala perubahan administratif wilayah—apalagi yang melibatkan batas laut dan pulau—harus melalui konsultasi dengan rakyat Aceh melalui DPRA dan pemerintah provinsi.

Dengan kata lain, tidak sah secara hukum bila wilayah Aceh dimasukkan ke Sumut tanpa proses politik dan hukum yang sah.

Spekulasi Politik di Balik Isu Ini

Sebagian pengamat menilai isu ini memiliki dimensi politik:

  • Bobby Nasution sebagai kandidat potensial dalam Pilkada Sumut 2024 atau bahkan Pilpres masa depan dituduh (meski belum terbukti) ingin memperluas pengaruh wilayah dan ekonomi.

  • Isu ini bisa menjadi alat politik untuk membangun narasi nasionalisme Aceh versus pusat/Jawa/Sumut.

Namun perlu digarisbawahi bahwa hingga kini, Bobby Nasution sendiri belum pernah menyatakan secara terbuka bahwa ia atau Sumut mengklaim pulau-pulau tersebut.

Penutup: Waspada terhadap Polarisasi Isu Daerah

Isu klaim pulau di Aceh oleh Bobby Nasution bisa menjadi api kecil yang membakar relasi antar-daerah, jika tidak segera diselesaikan secara bijaksana dan transparan.

Pemerintah pusat seharusnya:

  1. Segera memfasilitasi mediasi antara Aceh dan Sumut.

  2. Mengevaluasi proyek-proyek pengembangan laut di wilayah batas provinsi.

  3. Menegaskan bahwa tidak boleh ada perubahan batas wilayah tanpa partisipasi rakyat lokal.

Masyarakat juga perlu kritis namun tidak terpancing konflik horisontal, karena isu seperti ini kerap dimanfaatkan oleh oknum untuk memperkeruh suasana menjelang kontestasi politik.

0 komentar:

Posting Komentar