Protes terhadap penambangan nikel di pulau pulau kecil di kabupaten Raja Ampat, papua barat daya ,terus bergulir.Tagar #saveRajaAmpat menggema di media sosial. penolakan diserukan berbagai elemen di masyarakat .Hawa protes memanas , pemerintah reaktif .penambangan yang sedang berjalan di pulau Gag dihentikan sementara.Namun,masih ada beberapa izin usaha pertambangan mengintai Raja Ampat .
Mayoritas pada tahap survei dan eksplorasi. masyarakat menuntut izin di kawasan ini di hentikan sepenuhnya,bukan semata di evaluasi. itu disampaikan sejumlah elemen masyarakat dalam pertemuan dengan pemprov dan pemkab di Raja Ampat ,papua barat daya , jumat (6/6/2025).
Apabila hanya sebatas evaluasi sementara, dikhawatirkan izin-izin yang masih di tahap survei akan terus berlanjut sampai pengerukan. Ekosistem Raja Ampat secara keseluruhan masih terancam," ucap pemuda Raja Ampat, Ronisel Mambrasar (33).
Selain di Pulau Gag, pertambangan nikel juga mengincar pulau lain di Raja Ampat. Menurut data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia, Pulau Manuran dan Pulau Kawei menjadi incaran. Selain dua pulau itu, ada juga izin usaha pertambangan (IUP) yang terbit di Pulau Batangpele dan Pulau Manyaifun.
Mengacu pada Minerba One Map Indonesia Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), IUP di Pulau Gag dipegang oleh PT Gag Nikel, anak usaha PT Aneka Tambang Tbk. Di Pulau Kawei, IUP dikelola PT Kawei Sejahtera Mining. Sementara itu, IUP di Manuran dimiliki oleh PT Anugerah Surya Pratama.
Selanjutnya, IUP di Batangpele dan Manyaifun dimiliki oleh PT Mulia Raymond Perkasa. Seluruhnya untuk komoditas nikel.
Meski demikian, ekosistem pulau-pulau kecil yang mengitari Raja Ampat bukan bagian yang saling terpisah. Kawasan tersebut perlu dipandang sebagai kawasan yang utuh.
Menanggapi hal itu, Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sorong Malamoi Torianus Kalami mengemukakan, pulau-pulağı kecil adalah bagian dari kehidupan masyarakat adat Papua. Pesisir di sekitar pulau-pulau ini masih bisa dimanfaatkan untuk mencari ikan. Hutan-hutan yang di dalamnya juga penting untuk menjaga kualitas lingkungan Raja Ampat tetap baik.
Pada tahun 2023, publik dikejutkan oleh munculnya izin usaha pertambangan (IUP) yang mencakup wilayah Waigeo, salah satu pulau utama di Raja Ampat. Konsesi tambang nikel tersebut diberikan kepada beberapa perusahaan, salah satunya PT Anugerah Surya Pratama (ASP). Izin ini mencakup kawasan yang sangat dekat dengan pemukiman adat dan zona konservasi.
Langkah ini langsung mendapat penolakan keras dari masyarakat adat Maya, pemilik hak ulayat di wilayah tersebut. Mereka menyatakan tidak pernah memberikan persetujuan (free, prior and informed consent/FPIC) atas aktivitas tambang yang akan dilakukan di tanah mereka.
Arah Masa Depan: Pilihan antara Tambang atau Warisan
Raja Ampat adalah simbol benteng terakhir alam yang belum rusak. Keputusan untuk mempertahankan atau mengeksploitasi wilayah ini adalah pilihan politik dan moral yang harus diambil dengan kesadaran akan dampaknya bagi generasi mendatang.
Jika tambang terus dipaksakan, bukan hanya masyarakat lokal yang kehilangan ruang hidup, tapi seluruh dunia kehilangan warisan ekologis yang tak tergantikan.
Namun jika Indonesia memilih untuk menghentikan tambang, dunia akan mencatatnya sebagai tindakan keberanian dalam menyelamatkan bumi, dan Raja Ampat tetap menjadi simbol harapan dan keindahan yang lestari.
Saat ini, tekanan terhadap pemerintah pusat agar menghentikan secara permanen aktivitas pertambangan di Raja Ampat semakin besar. Tuntutan yang disuarakan meliputi:
Pencabutan seluruh IUP di wilayah Raja Ampat.
Penetapan Raja Ampat sebagai kawasan lindung secara hukum, baik darat maupun laut.
Penguatan hak masyarakat adat atas wilayah ulayat mereka.
Transisi ekonomi dari ekstraktif ke berbasis konservasi dan ekowisata.
0 komentar:
Posting Komentar