Minggu, 29 Juni 2025

Gimik Politik: Panggung Sandiwara di Era Demokrasi Digital

 



Dalam dunia politik modern, pencitraan dan persepsi publik menjadi senjata yang tak kalah penting dibandingkan kebijakan nyata. Salah satu bentuk dari strategi pencitraan ini adalah gimik politik—tindakan atau pernyataan sensasional yang bertujuan menarik perhatian, membentuk opini publik, atau memperkuat popularitas, sering kali tanpa dasar kebijakan yang konkret di baliknya.

Apa itu gimik politik 

Secara sederhana, gimik politik adalah aksi atau manuver politik yang lebih menonjolkan tampilan luar ketimbang substansi. Gimik dirancang untuk viral, mudah dicerna publik, dan membentuk narasi tertentu yang menguntungkan sang aktor politik. Meskipun tidak selalu negatif, gimik seringkali dikritik karena cenderung bersifat manipulatif dan dangkal.

Contoh gimik politik bisa bermacam-macam, mulai dari:

  • Blusukan mendadak ke pasar tradisional.

  • Pembagian bantuan sosial menjelang pemilu.

  • Pernyataan kontroversial yang memancing debat publik.

  • Drama politik di media sosial.

  • Simbolisme, seperti pakaian adat, menangis di depan kamera, atau mencium tangan rakyat kecil.

Mengapa gimik politik popular ?

Beberapa alasan mengapa gimik politik menjadi alat yang umum digunakan antara lain:

  1. Media Sosial dan Era Visual
    Di era digital, perhatian publik sangat pendek. Politisi harus tampil menarik di layar smartphone. Gimik yang “instagramable” atau viral di TikTok bisa jauh lebih efektif dari pada pidato panjang tentang kebijakan fiskal.

  2. Politik Elektoral
    Dalam kontestasi pemilu, persepsi adalah segalanya. Kandidat dengan citra "merakyat", "tegas", atau "relatable" punya nilai jual tinggi. Gimik digunakan untuk membentuk citra itu, bahkan bila tidak sesuai kenyataan.

  3. Pengalihan Isu
    Saat sebuah rezim terpojok karena skandal atau krisis, gimik bisa digunakan sebagai alat distraksi. Sebuah aksi kontroversial atau teatrikal bisa mengalijhkan perhatian media dan publik dari isu substansial.

Apakah Gimik Politik Selalu Buruk?

Tidak selalu. Ada kalanya gimik bisa menjadi pintu masuk komunikasi politik yang efektif. Misalnya, blusukan bisa menjadi cara mengenal aspirasi warga jika dilakukan konsisten dan diikuti kebijakan nyata. Namun, ketika gimik hanya menjadi panggung pencitraan tanpa substansi, maka yang terjadi adalah penipuan publik secara halus.

Dampak Negatif Gimik Politik

  1. Dekadensi Demokrasi
    Politik menjadi ajang pertunjukan, bukan arena pertarungan ide dan solusi. Masyarakat dininabobokan oleh drama, bukan diajak berpikir kritis.

  2. Merosotnya Kepercayaan Publik
    Ketika publik mulai sadar bahwa banyak janji atau aksi hanya gimik, kepercayaan terhadap institusi politik bisa runtuh.

  3. Mengabaikan Isu Nyata
    Alih-alih membahas masalah penting seperti pendidikan, kesehatan, atau lingkungan, perhatian publik disedot oleh hal-hal sensasional tapi dangkal.

Contoh gimik politik di indonesia 

Blusukan Pemimpin Nasional: Awalnya efektif dan menyentuh, tapi kemudian diikuti politisi lain secara artifisial, hanya demi kamera.

Deklarasi Dukungan Artis atau Influencer: Tidak berdasar pada program, tapi popularitas semata.

Kampanye di TikTok atau YouTube dengan gaya berlebihan, tanpa narasi kebijakan yang jelas.

Gimik politik adalah bagian tak terelakkan dari panggung demokrasi modern. Di satu sisi, ia bisa menjadi sarana komunikasi yang membumi dan efektif. Di sisi lain, bila tidak diiringi dengan integritas dan kebijakan nyata, ia justru mengaburkan realitas politik dan menyesatkan publik. Masyarakat perlu lebih kritis dan cerdas dalam menyaring mana aksi nyata, dan mana sekadar "gimik murahan".

0 komentar:

Posting Komentar