Relawan Alumni Universitas Gadjah Mada atau Relagama Bergerak, menggelar demo soal keaslian ijazah sarjana Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo, Selasa, 8 Juli 2025 di Bundaran UGM.Peserta aksi menginginkan Jokowi memperlihatkan ijazah sarjananya secara terbuka di hadapan publik dan rektor UGM serta jajarannya menyampaikan riwayat pendidikan Jokowi hingga status ijazahnya.Apabila kedua tuntutan tersebut tidak dipenuhi, massa aksi mendesak rektor UGM dan jajarannya mundur serta menyatakan mosi tidak percaya.
Gelar perkara khusus terkait dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo resmi digelar di Bareskrim Polri pada Rabu (9/7/2025).Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) bersama sejumlah ahli digital forensik seperti Roy Suryo dan Rismon Sianipar menyayangkan ketidakhadiran Jokowi dan pihak Universitas Gadjah Mada (UGM).TPUA menilai kepolisian gagal menghadirkan bukti otentik ijazah Jokowi dan mendesak agar laboratorium forensik tidak lagi berada di bawah institusi Polri demi transparansi.
Rismon mengungkapkan kekecewaan karena Jokowi dan Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak hadir dalam gelar perkara khusus kali ini.Ia juga menuturkan, pihak Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri 'kalah telak'.
"Kami sangat kecewa dengan ketidakdatangan dari Pak Jokowi yang membawa ijazah katanya asli, katanya lulusan UGM. Dan ketidakhadiran pihak UGM juga yang seharusnya bisa menjelaskan atau memiliki kesempatan yang sangat luas untuk meyakinkan publik," ujar Rismon, usai gelar perkara khusus di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu.
"Tetapi itu semua tidak dimanfaatkan, sayang sekali ya. Dan pada kesempatan ini memang kelihatan. Pihak Dirtipidum itu kalah telak," sambungnya.Menurut Rismon, kalah telak dalam arti tak dapat menunjukkan ijazah baik versi analog maupun digital.
"Betapa menakutkan fakta itu kepada Pak Dirtipidum dan tadi ya kami telanjangilah habis-habisan. Laboratorium Forensik Bareskrim terpaksa kami telanjangi bukan karena kami benci, tetapi kami menginginkan forensik yang bermartabat, independen, tidak diatur, tidak dimanipulasi," kata dia.
"Bahkan Kapolri pun harusnya tidak boleh punya otoritas mengatur hasil dari forensik. Oleh karena itu, sebenarnya kalau didengarkan oleh Pak Presiden Prabowo, sebaiknya, Pak lembaga forensik itu harus dikeluarkan dari kepolisian. Supaya menjadi lembaga independen yang dipercaya oleh publik," lanjut Rismon.
Sementara itu, Roy menuding pihak kepolisian tidak berani menghadirkan bukti otentik dan hanya mengandalkan klaim institusi, yakni UGM dan KPU."Ada satu hal yang sangat konyol tadi yang disampaikan kuasa hukum mereka. Jadi, menurut mereka, ijazah itu bisa dianggap asli kalau UGM sudah menyatakan asli, KPU sudah mengatakan asli," ucap Roy.
Roy menyindir analogi hukum yang disebut konyol: mengibaratkan pemeriksaan ijazah seperti otopsi jenazah—menyatakan harus dihadirkan langsung, bukan sekadar hasil visum."Padahal UGM itu hanya melegalisasi, jadi bukan menyatakan asli. Dan mereka mengatakan, mereka menggunakan analogi yang sangat konyol," kata eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu.
Jadi kalau misalnya pemeriksaan jenazah, jenazah sudah cukup pakai visum, autopsi selesai. Kan tidak perlu jenazahnya dihadirkan. Nah itu konyol, jenazahnya perlu dihadirkan. Contoh kasus (Brigadir) Joshua. Autopsi bisa salah. Visum bisa salah. Maka ini jangankan jenazah, Ijazah. Ijazahnya harusnya dihadirkan dan akan terbukti kalau ijazah dihadirkan itu terbukti akan palsu," lanjut dia.
Ia menyatakan bahwa pihak yang menantangnya ternyata tidak memiliki latar belakang digital forensik, melainkan sastra.
Roy turut menyindir pembelaan yang menurutnya “lemah” dari pihak kepolisian dan menyatakan pemaparan mereka membuat pihak penyidik “terdiam” atau “tersenyum-senyum”."Dan sekaligus kami berdua tadi tersenyum di dalam karena kami sempat disinggung-singgung soal keahlian kami. Saya tunjukkan tadi dengan berbagai dokumen, kemudian berbagai sertifikat. Berbagai pengakuan, dari DPR, dari Kementerian Kominfo waktu itu, bahkan dari Mabes Polri kami sah semuanya," ucap Roy.
Dan lucunya orang yang men-challenge (menantang) kami, itu tadi katanya mengaku ahli digital forensik, ternyata ahli sastra. Karena dia tidak punya presentasi apapun, cuma ngomong saja," sambung dia.
0 komentar:
Posting Komentar