Selasa, 29 Juli 2025

Dari Pengadilan Adat hingga Kisah Kanibalisme: Menguak Sejarah Huta Siallagan


Huta Siallagan adalah sebuah kawasan cagar budaya di tepian Danau Toba, peninggalan budaya Batak Toba dengan latar belakang Ruma Bolon. Huta Siallagan berada di desa Siallagan Pinda Raya, kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, provinsi Sumatera Utara. Setelah direvitalisasi, Huta Siallagan diresmikan kembali oleh presiden Indonesia, Joko Widodo, pada 2 Februari 2022. Huta Siallagan terkenal dengan Batu Persidangan, peninggalan budaya persidangan Batak Toba.

Cagar budaya ini terletak di :Desa Siallagan Pinda Raya, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara

Dalam bahasa Batak Toba, "huta" artinya "desa" atau permukiman. Maka, Huta Siallagan diartikan sebagai Desa Siallagan. Siallagan adalah marga Batak Toba, keturunan dari Raja Nai Ambaton yang mengikuti garis keturunan Raja Isumbaon, putra kedua Si Raja Batak.

Sejarah Huta Sialaggan.

Huta Siallagan sudah ada sejak lama, akan tetapi proses pembangunan berkelanjutan sebagai objek wisata belum dilakukan sepenuhnya. Tahun 2019, presiden Indonesia Joko Widodo bersama istrinya Iriana Joko Widodo, melakukan kunjungan ke kawasan ini. Kemudian, Joko Widodo menginstruksikan Menteri Pekerjaan Umum dadan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, agar melakukan revitalisasi. Joko Widodo mengatakan bahwa Huta Siallagan sudah dikelilingi oleh bangunan-bangunan modern, sementara Huta Siallagan tidak tertata baik, sehingga perlu diperbaiki.

Huta Siallagan dibangun pada masa pemerintahan pemimpin Huta pertama, yakni Raja Laga Siallagan. Setelah itu dilanjutkan oleh pewarisnya yakni Raja Hendrik Siallagan, hingga keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan. Saat ini, sejumlah keturunan dari Raja Siallagan masih berada di sini, khususnya di desa Siallagan Pinda Raya, di mana Huta Siallagan berada. Makam nenek moyang mereka juga masih bisa ditemukan di Huta Siallagan.

Di Huta Siallagan, penulis melihat rumah-rumah adat berbaris, tanpa diberikan sekat ataupun pagar. Informasi yang penulis dapat, filosofis rumah tak berpagar adalah masyarakat yang tinggal dalam satu huta terikat bersama, tidak bersekat dan tidak berpisah, menjadi satu kesatuan. Dengan begitu, mereka saling membantu, saling menjaga, dan menyelesaikan masalah bersama.

Rumah adat yang ada di Huta Siallagan terdiri dari 3 jenis, yaitu Rumah Bolon, Rumah Siamporik, dan Rumah Sibola Tali. Rumah Bolon bentuknya lebih besar, tangga dari dalam dan dihuni oleh raja dan anaknya. Rumah Siamporik, bentuknya lebih kecil, tangga dari luar, dihuni oleh keluarga yang diundang tinggal di huta itu (boru, bere, dan marga siallagan yang bukan keturunan raja). Sedangkan rumah Sibola Tali bentuknya lebih langsing dan kecil, dihuni oleh kerabat raja (anak laki-laki), bedanya dengan rumah bolon adalah anak sulung laki-laki yang berhak tinggal dan memilikinya.

1.Rumah bolon




Rumah Bolon Huta Siallagan adalah rumah adat Batak Toba yang merupakan bagian dari Huta Siallagan, sebuah desa adat di Pulau Samosir, Danau Toba. Rumah Bolon, juga dikenal sebagai Jabu Bolon, adalah rumah tradisional yang berbentuk panggung dan terbuat dari kayu. Huta Siallagan sendiri adalah cagar budaya yang terkenal dengan rumah adatnya.
Rumah Bolon:
Bentuk: Rumah panggung dengan atap yang melengkung dan runcing di kedua ujungnya. 
Bahan: Terbuat dari kayu. 
Fungsi: Selain sebagai tempat tinggal, Rumah Bolon juga memiliki nilai historis dan filosofis yang mendalam bagi masyarakat Batak Toba. 
Keunikan: Arsitektur dan simbolisme yang terkandung dalam setiap ornamennya.



2.Batu persidangan


Batu Parsidangan atau Batu Persidangan, yang artinya “Batu untuk Pertemuan dan Ujian”. Batu-batu ini diyakini sudah berusia lebih dari 200 tahun. Kemudian, di tengah-tengah Huta Siallagan terletak pohon Hariara (Tin atau Ara), pohon ini dianggap sebagai pohon suci oleh orang warga sekitar.[3]

Pada zaman dulu, Batu Persidangan menjadi tempat mengadili pelaku kejahatan. Kejahatan yang dimaksud diantaranya mencuri, membunuh, memperkosa, dan juga menjadi mata-mata musuh. Kejahatan ringan, maka pelaku akan diberikan sangsi berupa hukuman pasung. Sementara kejahatan berat maka pelaku dapat dijatuhi hukuman pancung. Hari pelaksaan penghukuman dilakukan ketika si pelaku dalam keadaan lemah. Pelaku kejahatan pada masa itu, umumnya dilakukan oleh penduduk yang memiliki ilmu hitam.

Fungsi Utama
  1. Tempat Rapat Adat: Raja dan tetua adat berdiskusi tentang urusan kampung, konflik antarkeluarga, atau kebijakan umum.

  2. Ruang Sidang Pengadilan Tradisional: Pelaku kejahatan seperti pencurian, pengkhianatan, atau pembunuhan diadili di sini.

  3. Penjatuhan Hukuman: Hasil musyawarah bisa berujung pada hukuman ringan, pengasingan, atau bahkan hukuman mati, tergantung pada beratnya pelanggaran.

proses persidangan

Proses Persidangan Tradisional
1.Tersangka diinterogasi di hadapan raja dan penatua.

2.Saksi dan bukti dihadirkan (biasanya dari warga kampung).

3.Bila terbukti bersalah, hukuman dijatuhkan secara adat—kadang disertai ritual pemurnian sebelum eksekusi.

4.Legenda lokal bahkan menyebutkan bahwa kanibalisme ritual sempat terjadi terhadap penjahat berat, sebagai bentuk "penyucian" roh desa dari kejahatan.


3.Tempat pemasungan



Apa Itu Tempat Pemasungan?
Di dalam kompleks Huta Siallagan (Desa Ambarita, Pulau Samosir), terdapat sebuah lokasi yang dikenal sebagai tempat pemasungan, yaitu ruang penahanan sementara bagi pelaku kejahatan adat sebelum mereka diadili atau dihukum oleh raja dan para tetua adat.

Tempat ini merupakan bagian dari sistem hukum adat Batak yang ketat, simbolis, dan spiritual.

Letak Tempat Pemasungan
-Terletak di balik rumah adat dalam kompleks Huta Siallagan.

-Biasanya berupa lubang kecil berdinding batu, atau ruang tertutup yang hanya cukup untuk satu orang duduk meringkuk.

Fungsi dan Proses

-Menahan Sementara Tersangka: Pelaku kejahatan ditahan sebelum disidang di Batu Persidangan.

-Menyiksa Secara Psikologis dan Fisik:

-Dibiarkan kelaparan dan kedinginan.

-Diberi waktu untuk merenungi kesalahannya.

-Ritual Pemurnian: Beberapa kasus menyebutkan adanya ritual spiritual sebelum sidang untuk “membersihkan” jiwa si pelaku.

-Mengintimidasi Warga: Tujuannya bukan sekadar menghukum, tapi juga membuat efek jera di hadapan masyarakat.

Setelah Pemasungan: Sidang dan Eksekusi

Setelah masa pemasungan, pelaku akan dihadapkan ke Batu Persidangan, tempat raja dan tetua menjatuhkan hukuman. Jika terbukti bersalah dalam kasus berat (seperti pengkhianatan, pembunuhan, atau santet), maka ia akan:

Dihukum mati secara adat

Kadang dilakukan ritual pemotongan kepala, disusul kanibalisme simbolis (berdasarkan legenda lokal).

4. Boneka patung sigale gale



Selain dari rumah dan batu persidangan, di dalam kompleks ini juga terdapat makam raja Siallagan dan keturunannya, beberapa makam masih terbuat dari batu, seperti masa megalitikum. Selain itu area eksekusi untuk menghukum penjahat yang sudah diadili, rumah untuk memasung penjahat, berbagai totem dari kayu, dan tidak ketinggalan boneka Sigale-gale.

Menurut pemandu, boneka Sigale-gale memiliki keunikan yaitu dapat menari bahkan mengeluarkan air mata dan dapat bergerak sendiri saat ritual tertentu. Ritual tersebut memiliki tujuan untuk memanggil arwah yang sudah meninggal. Karena memang tidak ada upacara pemanggilan arwah, maka penulis tidak bisa menyaksikan boneka ini bergerak sendiri.

Namun meski tidak bisa menonton pertunjukan boneka sigale-gale menari, pengunjung tetap bisa menonton pertunjukan tarian tor-tor, bahkan ikut Manortor (menari tor-tor). Dalam kompleks, disediakan pemandu tari yang akan mengajari dan memandu pengunjung untuk melakukan tarian. Tidak hanya itu, pengunjung bisa memakai topi dan selendang ulos, sehingga nuansa adat batak lebih terasa.




Melihat langsung rumah dan bangunan adat batak dan melakukan atau menonton tarian adat batak merupakan pengalaman yang sangat menarik yang penulis rasakan. Sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia, Huta Siallagan, bersama dengan cagar budaya lainnya sudah semestinya kita lestarikan, agar anak cucu kita nanti masih dapat berkesempatan mengenal dan menikmati keindahan bangunan dan pertunjukan budaya khas di Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © elegancebreath | Designed With By Blogger Templates
Scroll To Top